BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pembentukan daerah pada dasarnya
dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat disamping sebagai pendidikan politik ditingkat lokal.
Pembentukan daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti :
1. Kemampuan
ekonomi
2. Potensi daerah
3. Luas wilayah
dan pertimbangan dari aspek sosial budaya, aspek sosial politik aspek
pertahanan dan keamanan, serta
4. Pertimbangan
dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan
mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah.
Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonomi untuk
menyelenggarakan fungsi – fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan
untuk kepentingan nasional/ berskala nasional, misalnya dalam bentuk :
Ø Kawasan cagar
budaya
Ø Taman nasional
Ø Pengembangan
industri strategis
Ø Pengembangan
teknologi tinggi ( seperti pengembangan teknologi nuklir)
Ø Peluncuran
peluru kendali
Ø Pengembangan
prasarana komunikasi
Ø Telekomunikasi
Ø Transportasi
Ø Pelabuhan dan
daerah perdagangan bebas
Ø Pangkalan
militer
Ø Wilayah
eksploitasi
Ø Konservasi
bahan galian strategis
Ø Penelitian dan
pengembangan sumber daya nasional
Ø Laboratorium
sosial
Ø Lembaga
permasyarakatan spesifik
Pemerintah wajib mengikutsertakan
pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus tersebut. Mengikutsertakan
dalam ketentuan ini adalah perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan
pemanfaatan. Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada
pemerintah. Tata cara penetapan kawasan khusus diatur dalam peraturan
pemerintah.
Secara politis Otonomi khusus artinya
ada perlakuan khusus bagi wilayah atau bangsa. Secara politis Otonomi khusus
biasanya diberikan kalau ada negara yang didirikan dengan berbagai macam suku
bangsa dengan beragam latar belakang sejarah, politik atau hukumnya.
Daerah yang diberikan otonomi khusus adalah Daerah Istimewa Aceh , Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua dan DKI Jakarta.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui daerah mana saja
yang menggunakan otonomi khusus
2. Untuk mengetahui hal khusus apa yang
diberikan pemerintah pusat kepada daerah khusus
BAB II
PEMBAHASAN
A.
OTONOMI KHUSUS DKI JAKARTA
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
(Provinsi DKI Jakarta)sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam
kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung
penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu,
perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia . UU ini mengatur kekhususan Provinsi DKI
Jakarta sebagai Ibu kota Negara. Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi
dan lain sebagainya tetap terikat pada peraturan perundang-undangan tentang
pemerintahan daerah.
Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta antara
lain:
1. Provinsi DKI
Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Provinsi DKI
Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus
sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
3. Provinsi DKI Jakarta
berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki
kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara
asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
4. Wilayah
Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
5. Anggota
DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh
lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
6. Gubernur dapat
menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi
Presiden dalam acara kenegaraan.
7. Dana dalam
rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara
ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan usulan
Pemprov DKI Jakarta.
B.
OTONOMI KHUSUS DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
Dalam perumusan Undang-Undang
nomer I tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, 4 masalah
pokok yang diperdebatkan itu dipecahkan menjadi pasal-pasal undang –undang
sebagi berikut:
1. Isi otonomi
yang ditetapkan oleh undang-undang nomer I/1957 yaitu sistem otonomi real seperti
yang dirumuskan pasal 31 dan 38. Kedua pasal ini menjamin adanya kesempatan
bagi daerah-daerah untuk menunaikan tugasnya secara penuh sesuai bakat dan
kesanggupannya agar dapat berkembang secara luas.
2. Tingkat daerah
yang ditetapkan dalam undang-undang adalah pendapat pemerintah yaitu dua
tingkat daerah otonom dan kalau dperlukan tiga tingkat. Pertimbangnnya daerah
otonom harus dibentuk dari kesatuan masyarakat hukum, sedangkan kesatuan
masyarakat hukum yang terbawah sangat berbeda-beda di wilayah indonesia.
3. Kepala daerah
harus mendapat kepercayaan dan diserahi kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu.
Kapala daerah harus dipilih oleh rakyat dari daerah yang bersangkutan (pasal 23
ayat 1) dan cara pengangkatan serta penghentiannya ditetapkan dengan undang-undang
(pasal 23 ayat 2). Hasil pemilihan itu harus mendapat pengesahan terlebih
dahulu dari pemerintah. Sebagai ketua merangkap anggota DPD, kepala daerah
menjalankan tugas dan kewajibannya bersama-sama dengan anggota-anggota DPD yang
lain dan bertanggung jawab secara kolegial terhadap DPRD mengenai
penyelenggaraan tugasnya.
Mengenai kepala
daerah istimewa penjelasan umum menegaskan dia tidak dipilih oleh dan dari anggota-anggota DPRD, tetapi
diangkat oleh pemerintah pusat dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah
itu di zaman sebelum RI dan yang masih menguasai daerahnya dengan memperhatikan
syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan, serta adat istiadat dalam daerah
itu. Jadi, keistimewaanya masih terletak pada kedudukan kepala daerahnya. Dalam
suatu daerah istimewa dapat pula diangkat seorang wakil kepala daerah apabila
daerah istimewa itu terbentuk sebagai gabungan dari beberapa bekas swapraja
seperti DIY (pasal 25). Kecuali itu, karena kepala daerah istimewa diangkat
oleh penguasa pemerintah pusat, maka dia tidak dapat dijatuhkan oleh DPRD.
4. Undang-undang
membebankan pengawasan kepada menteri dalam negeri untuk daerah tingkat I dan
kepada DPD setingkat lebih atas untuk daerah-daerah lain yaitu dengan
menangguhkan atau membatalkan peraturan serta keputusan DPRD atau DPD yang
tidak sesuai atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi atau kepentingan umum.
Dengan UU nomer
1/ 1957 ini pertentangan antara pemerintah pusat yang menginginkan
daerah-daerah dapat dikontrol dengan ketat dengan lembaga-lembaga serta
birokrasi pemerintahan dan daerah yang menginginkan otonomi seluas-luasnya
dikompromikan oleh pemerintah dan DPR.
Jadi secara
keseluruhan Undang-Undang nomor 1/1957 terdiri atas 4 bab, yaitu:
BAB I. Pendahuluan
membahas prinsip-prinsip umum: yang menegaskan bahwa UU No.1/1957 menjamin
sifat negara kesatuan, desentralisasi yang luas, dan menjamin demokrasi serta
ketatanegaraan negara kesatuan.
BAB II. Menyempurnakan
kekuasaan otonomi daerah, berisi himbauan kepada pemerintah pusat supaya segera
menyerahkan urusan daerah yang sudah ditentukan oleh undang-undang secara rill
tanpa menunggu penyerahan resmi dengan peraturan perundang-undangan lagi.
Kecuali itu mendesak pemerintah pusat agar menyerahkan pekerjaan-pekerjaan
inspesi, pimpinan, dan koordinasi kepada daerah tingkat I, sehingga titik berat
pelaksanaan otonomi dapat diletakkan pada daerah tingkat II dan daerah tingkat
III. Maka dari itu pembentukan daerah tingkat III harus digalakkan.
BAB III. Menyempurnakan
alat-alat perlengkapan daerah, yang isinya mendesak agar UU No. 1/1957
dilaksanakan secara konsekuen dengan menghapus peraturan perundang-undangan
yang berasal dari zaman penjajahan belanda, yang masih berlaku. Demikina juga
lembaga-lembaga atau organ-organ diluar daerah tingkat I, II, dan III segera
dihapuskan dan menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah yang legal.
BAB IV. Kesimpulan,
pernyataan bahwa UU No. 1/1957 pada dasarnya cukup mengatur penyelenggaraan
negara kesatuan yang demokratis, maka harus ditegaskan dan dilaksanakan dengan
konsekuen.
C.
OTONOMI DAERAH
NANGROE ACEH DARUSSALAM
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan
kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh. UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari
Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan
Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus
2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju
pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan.
Hal-hal mendasar yang menjadi isi UU Pemerintahan Aceh ini antara lain:
1. Pemerintahan
Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD
Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan
fungsi dan kewenangan masing-masing.
2. Tatanan otonomi
seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan Aceh ini
merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional.
3. Pengaturan
dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam UU
Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban
konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
4. Pengaturan
perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan
untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
5. Implementasi
formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas ke-Islaman
terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan,
kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi
Aceh.
D.
OTONOMI KHUSUS DAERAH PAPUA
Orang papua berbeda ras dari orang
Indonesia, sejarah Papua Barat dalam kaitan dengan kontak dengan dunia luar
ataupun sejarah penjajahan dan perjuangan kemerdekaan berbeda dengan sejarah
Indonesia, Pulau papua masuk dalam wilayah Pasifik, Papua Barat dibatasi oleh laut, terpisah dari pulau – pulau
NKRI, tetapi wilayah itu diduduki dan di kuasai oleh Indonesia, maka status
wilayah itu berbeda dari pada wilayah lain di Indoneisa. Maka wilayah itu
diberi otonomi yang khusus.
Arti otonomi khusus menurut UU No.
21/2001 tentang otonomi khusus bagi propinsi Papua dalam bab I perihal ketentuan umum pasal
1 membatasi arti otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang akui dan
diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak – hak
dasar masyarakat Papua.
Dalam bab IV tentang kewenangan daerah,
pasal 4 disebutkan batas – batas kewenangan yaitu:
“Kewenangan provinsi Papua mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan,moneter, dan fiskal, agama dan peradilan serta
kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.” Jadi otonomi khusus artinya pengakuan dan pemberian
kewenangan yang mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali
lima urusan yang disebutkan diatas. Jadi keseluruhan urusan pemerintah
diberikan kepada pemerintah daerah, sedangkan lima hal lain yang masih ada di
tangan pemerintah pusat.
Otonomi ini diberikan oleh Negara
Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001, Hal – hal mendasar yang menjadi isi
undang – undang ini adalah :
1. Mengatur
kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah propinsi papua serta menerapkan
kewenangan tersebut di propinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan
2. Pengakuan dan
penghormatan hak – hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara
strategis dan mendasar.
3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan
yang baik yang berciri:
a) partisipasi
rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam
penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui
keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan;
b) pelaksanaan
pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar
penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya
dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan
berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,
c) penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab
kepada masyarakat.
4. pembagian
wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat
Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang
diberikan kewenangan tertentu.
Jadi hal pertama yang ditekankan adalah
bahwa pengaturan kewenangan itu dilakukan dengan kekhususan, yang kedua menjelaskan maksud kekhususan itu bahwa perihal
kekhususan itu perlu ada pada pengakuan dan penghormatan hak – hak dasar orang
asli papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar. Perihal
pengakuan dan penghormatan hak – hak dasar orang papua menjadi kekhususan dari
otonomi khusus itu yaitu berbeda dengan sekedar pemberian otonomi seperti
diberlakukan di wilayah NKRI lainnya. Pokok ini memperteguh arti politis dari
otonomi khusus diatas bahwa memang politik otonomisasi itu dijalankan di dunia
sebagai tanggapan terhadap tuntutan kaum minoritas yang berbeda suku bangsanya
dengan suku – suku bangsa mayoritas lainnya, khususnya suku bangsa dari
penguasa mayoritas lainnya, dengan tujuan untuk membungkam tuntutan dan
aspirasi masyarakat minoritas itu.
Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi
Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum,
penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan
kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan
keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. Otonomi khusus melalui UU 21/2001
menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek
utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras
Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau
orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat
Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang
berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.
Keberadaan Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, serta perangkat di bawahnya, semua
diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan pemberdayaan rakyat.
Undang-undang ini juga mengandung semangat penyelesaian masalah dan
rekonsiliasi, antara lain dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Pembentukan komisi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
yang terjadi di masa lalu dengan tujuan memantapkan persatuan dan kesatuan
nasional Indonesia di Provinsi Papua.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta)sebagai satuan pemerintahan yang
bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang
penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam perumusan
Undang-Undang nomer I tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah,
4 masalah pokok yang diperdebatkan itu dipecahkan menjadi pasal-pasal undang
–undang sebagi berikut:
Pengakuan
Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. UU Pemerintahan
Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding)
antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada
tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara
bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara
berkelanjutan.
Orang papua berbeda ras dari orang Indonesia,
sejarah Papua Barat dalam kaitan dengan kontak dengan dunia luar ataupun
sejarah penjajahan dan perjuangan kemerdekaan berbeda dengan sejarah Indonesia,
Pulau papua masuk dalam wilayah Pasifik, Papua Barat dibatasi oleh laut, terpisah dari pulau – pulau
NKRI, tetapi wilayah itu diduduki dan di kuasai oleh Indonesia, maka status
wilayah itu berbeda dari pada wilayah lain di Indoneisa. Maka wilayah itu
diberi otonomi yang khusus.
DAFTAR
PUSTAKA
PAPUA BARAT. Yogyakarta: watchPAPUA dan Galang press.
Suwarno.1994.Haengku
Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta 1942 –