BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyiratkan bahwa
Indonesia adalah negara hukum (recht staat ), konsep negara hukum telah
menjadi suatu masalah yang menarik dan banyak disoroti oleh berbagai ahli, guna
dibahas dalam diskusi-diskusi, persoalan ini pada dasarnya telah lama dijadikan
perbincangan, sebab sejak dahulu kala orang telah mencari arti negara hukum,
diantaranya para pilosup yunani kuno. Plato mengemukaan konsep “nomoi” yang
dapat dianggap sebagai cikal bakal pemikiran tentang negara hukum. Aristoteles
mengemukakan ide negara hukum yang dikaitkanya dengan arti negara yang dalam
perumusannya masih terkait kepada “Polis”. Selanjutnya meskipun
ide tentang negara hukum telah lama diungkapkan oleh para ahli, namun dipandang
dari segi penggunaan istilah “negara hukum” istilah tersebut sebenarnya baru
mulai tampil ke muka dalam abad kesembilan belas.
Perkembangan tipe negara hukum membawa konsekwensi terhadap peran Hukum
Administrasi Negara (HAN), karena semakin sedikit campur tangan negara dalam
kehidupan masyarakat akan semakin kecil pula peran HAN didalamnya, sebaliknya
dengan semakin intensifnya campur tangan tadi akan semakin besar pula peran
HAN.
Selanjutnya dalam
tataran implementasi dari peran administrsi negara sebagai pembatasan kekuasaan
dapat dilihat dari instrumen-instrumen HAN yang dipandang dapat menjadikan
peran masing-masing seperti pemerintah sebagai pejabat administrasi negara dan
masyarakat sebagai konstituen yang harus dilayani oleh pejabat atau fungsi
administrasi negara ini harus berjalan dengan seimbang satu sama lain.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas dapat kami rumuskan beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian Hukum Adminisrtasi Negara?
2. Apa saja sumber
Hukum Administrasi Negara?
3. Apa ciri-ciri
Hukum Administrasi Negara?
4. Bagaimana
kedudukan dan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara?
5. Apa
fungsi-fungsi Hukum Administrasi Negara?
6. Bagaimanakah hubungan Hukum
Administrasi Negara dengan Ilmu-ilmu yang lainnya?
C.
Tujuan
Penulisan
Makalah
ini dibuat untuk meamenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Sistem Hukum
Indonesia dan ingin lebih mengetahui dan mengkaji tentang ilmu Hukum
Administrasi Negara serta untuk mengetahui hubungan Hukum Administrasi Negara
dengan Hukum Tata Negara dan dan ilmu-ilmu yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum
Administrasi Negara
Mengenai pengertian
Hukum Administrasi Negara hingga saat
ini belum ada kesepakatan atau kesatuan pendapat diantara
para sarjana. Oleh karena itu untuk mendapatkan pemahaman yang cukup memadai
maka dikemukakan batasan-batasan pengertian Hukum Administrasi Negara.
a. Menurut Muchsan, “Hukum Administrasi Negara adalah hukum
mengenai struktur dan kefungsian Administrasi Negara.”
b. Prajudi Atmosudirjo, dalam SF. Marbun (2001:22) berpendapat
bahwa “HukumAdministrasi Negara adalah hukum mengenai pemerintah beserta
aparaturnya yang terpenting yakni Administrasi Negara.”
Dari berbagai batasan-batasan pengertian Hukum Administrasi
negara di atas tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa “Hukum Administrasi
Negara adalah hukum tentang pengadministrasian Negara yaitu mengenai
pemerintahan dan segala peraturan-peratuan di dalamnya serta bagaimana
menjalankan fungsi dan tugas pemerintahan tersebut dalam bidang kehidupan
masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
B.
Sumber Hukum Administrasi Negara
Ada
2 sumber hukum bagi tindakan administrasi Negara yang merupakan juga sumber
hukum TUN, yaitu:[1][3]
a.
Sumber hukum tertulis
Sumber hukum tertulis bagi hukum
administrasi Negara adalah tiap peraturan perundang-undangan dalam arti materil yang berisi pengaturan tentang
wewenang badan/pejabat TUN untuk melakukan tindakan hukum TUN. Hal ini belum
dikodifikasi, tapi tersebar dalam bentuk UU khusus maupun perautan lain.
Belinfante mengatakan bahwa sumber hukum
tertulis HTUN: “Tidak ditentukan oleh tempat tercantumnya, tetapi oleh isi dari
peraturan yang bersangkutan.”
TAP MPR No. III /MPR/ 2000 berisi
tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan, sebagai berikut.
a.
UUD 1945
b.
TAP MPR
c.
UU
d.
Perpu
e.
PP
f.
Kepres
g.
Perda
Hal tersebut berbeda dengan TAP MPR XX/ MPRS/ 1966 tentang
keputusan dan permen yang tidak termasuk dalam hierarki.
Tata urutan perundang-undangan berdasarkan TAP MPRS No. XX/
1966 adalah:
a. UUD 1945,
b. TAP MPR,
c. UU dan Perpu,
d. PP,
e. Keppres, Inpres,
f. Permen, Instruksi Mentri, Kepmen,
g. Perda, Kep. Kepala Daerah.
b.
Sumber Hukum Tidak Tertulis
Disebut juga dengan AUPL (Asas Umum
Pemerintahan yang Layak). Asas umum pemerintahan yang layak itu di Belanda
disebut algemene beginselen van
behoorlijk bestuur (ABBB), yang pada mulanya timbul dalam suasana
memberikan perlindungan bagi masyarakat terhadap tindakan administrasi negara
dalam rangka kebebasan bertindak. Hal ini juga berarti sebagai sarana
pengawasan dari segi hukum yang dilakukan oleh pengadilan terhadap tindakan administrasi
negara yang bebas.
Sebagaimana diuraikan di muka bahwa
dalam hal tidak terdapat hukum tertulis yang menjadi acuan bagi administrasi
negara untuk bertindak, maka administrasi negara mempunyai kebebasan bertindak
dalam rangka menyelenggarakankepentingan umum, namun kebebasan terebut harus
tetap berada dalam koridor hukum. Artinya, administrasi negara tetap terikat
pada asas legalitas. Hal ini dimaksudkan agar administrasi negara tidak salah
bertindak atau tidak sewenang-wenang dan di sisi lain masyarakatpun mendapat
perlindungan hukum.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986,
Pasal 53 Ayat 2 menunjuk secara resmi bahwa penyalahgunaan wewenang dijadikan
dasar pembatalan suatu keputusan tata usaha negara. Dalam penjelasan pasal
tersebut dikatakan bahwa badan/ pejabat tata usaha negara dalam mempersiapkan,
mengambil, dan melaksanakan keputusan yang bersangkutan harus memperhatikan
asas-asas hukum yang tidak tertulis.[2][4]
Selain adanya kemungkinan bahwa
belum terdapatnya aturan hukum tertulis yang menjadi acuan bagi tindakan hukum
administrasi negara, maka dalam praktek penyelenggaraan negara seringkali
wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan adalah samar-samar
atau tidak jelas atau dengan kata-kata yang sangat umum.
C.
Kedudukan dan Ruang Lingkup Hukum
Administrasi Negara
a.
Kedudukan Hukum Administrasi Negara
Dalam ilmu hukum, pembagian hukum
digolongkan menjadi dua macam, yaitu hukum privat dan hukum publik.
Penggolongan tersebut tidak lepas dari isi sifat hubungan yang diatur hubungan
mana bersumber dari kepentingan yang hendak dilindungi. Kalau kepentingan yang
dilindungi itu bersifat perseorangan (individu, privat), maka hal itu termasuk
dalam lapangan hukum privat/ perdata. Tetapi apabila kepenting yang dilindungi
tersebut bersifat umum (publik), maka hal itu termasuk dalam lapangan hukum
publik.
Dalam penggolongan hukum, HAN
termasuk hukum publik oleh karena itu sifat yang melekat pada hukum publik,
yaitu mengatur kepentingan umum.
HAN juga merupakan hukum positif
yang berlaku di suatu negara tertentu dan dalam suatu waktu tertentu. Hal ini
berarti, bahwa HAN Indonesia adalah HAN yang berlaku pada saat ini di Negara
Indonesia (dimulai sejak proklamasi 17 Agustus 1945 yang masih dinyatakan
berlaku sampai saat ini).
HAN yang berlaku di Indonesia tidak
akan sama dengan HAN di Negara lain, karena Negara lain juga mempunyai HAN
tersendiri, yang merupakan hukum positifnya masing-masing Negara tersebut.
Ilmu yang mempelajari HAN merupakan
salah satu cabang dari ilmu hukum yang lambat laun merupakan satu disiplin ilmu
hukum tersendiri, yang dalam penguraiannya selalu dikaitkan dengan praktek
administrasi negara. Oleh karena itu dalam membicarakan HAN akan selalu
dikaitkan dengan pelaksanaan administrasi negara di Negara yang bersangkutan.
Dikalangan sarjana administrasi, HAN
diklasifikasikan baik dalam ilmu administrasi maupun ilmu hukum. Dalam studi ilmu administrasi
negara, HAN merupakan bahasan khusus mengenai salah satu aspek dari
administrasi negara, yaitu aspek hukum.
Sedangkan dalam studi ilmu hukum,
HAN merupakan salah satu bagian hukum khusus.
b.
Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
Tentang isi dan lingkup (scop)
HAN ini secara tegas baru pada tahun 1926 diberikan secara konkret oleh van vollenhoven (“Omtrek van het administratief recht”) setelah mengadakan
penelitian yang luas tentang pembidangan hukum di perancs, jerman dan amerika. Van Vollenhoven telah menggambarkan
suatu skema mengenai tempat HAN di dalam kerangka hukum sebenarnya. Berdasarkan
penelitian tersebut, yang kemudian terkenal dengan sebutan “Residu theorie” Van
Vollenhoven, dalam skemanya itu
menyajikan pembidangan masalh materi hukum itu sebagai berikut:
1. Staat Recht (materieel) Hukum Tata Negara (M), meliputi:
1)
Bestuurs (pemerintah)
2)
Recgtspraak (peradilan)
3)
Politie (kepolisian)
4)
Regeling (perundang-undangan)
2. Bergelijk recht (materieel/Hukum Perdata) (M)
3. Strafrecht (materieel/Hukum Pidana) (M)
4. Administratiefrecht (materieel & formeel)/ Hukum
Administrasi Negara (M & F), meliputi:
1) Bestuursrecht (hukum pemerintahan)
2) Justierecht (hukum peradilan) yang meliputi:
1) Staatsrechterlijke rechtspleging (formeel
staatsrecht/ peradilan tata negara);
2) Administrative rechtspleging (formeel
administratiefrecht/ peradilan administrasi negara);
3) Burgerlijke rechtspleging/ hukum acara
perdata;
4) Strafrechtspleging/ hukum acara pidana.
c.
Politiericht (hukum kepolisian)
d. Regelaarsrecht (hukum proses
perundang-undangan).
D.
Fungsi-Fungsi Hukum Administrasi Negara
Dalam
pengertian umum, menurut Budiono fungsi hukum adalah untuk tercapainya
ketertiban umum dan keadilan. Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang
menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan
tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum
sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama
tidak berubah menjadi anarki. Menurut Sjachran Basah ada lima fungsi hukum
dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
a. Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk
masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
b. Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa.
c. Stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya
hasil-hasil pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
d. Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan
administrasi negara, maupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara
dan bermasyarakat.
e. Korektif, baik terhadap warga negara maupun administrasi
negara dalam mendapatkan keadilan.
Secara
spesifik, fungsi HAN dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi
normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling
berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan
memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan
instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah
dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan
harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
a.
Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara
Penentuan
norma HAN dilakukan melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita
harus meneliti dan melacak melalui serangkaian peraturan perundang-undangan.
Artinya, peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan
dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan
keputusan-keputusan TUN yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Pada
umumnya ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan HAN hanya memuat
norma-norma pokok atau umum, sementara periciannya diserahkan pada peraturan
pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal dengan istilah terugtred atau sikap mundur
dari pembuat undang-undang. Hal ini terjadi karena tiga sebab, yaitu :
a) Karena keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga
tidak mungkin bagi pembuat UU untuk mengatur seluruhnya dalam UU formal;
b) Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan
tiap perubahan-perubahan keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan
perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan
mengaturnya dalam suatu UU formal;
c) Di samping itu tiap kali diperlukan pengaturan lebih lanjut
hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian dari segi teknis yang
sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta pembuat UU yang harus
mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan pengeluaran peraturan-peraturan
atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah tingkatannya, seperti Keppres,
Peraturan Menteri, dan sebagainya.
Seperti
disebutkan di atas bahwa setiap tindakan pemerintah dalam negara hukum harus
didasarkan pada asas legalitas. Hal ini berarti ketika pemerintah akan
melakukan tindakan, terlebih dahulu mencari apakah legalitas tindakan tersebut
ditemukan dalam undang-undang. Jika tidak terdapat dalam UU, pemerintah mencari
dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Ketika pemerintah tidak
menemukan dasar legalitas dari tindakan yang akan diambil, sementara pemerintah
harus segera mengambil tindakan, maka pemerintah menggunakan kewenangan bebas
yaitu dengan menggunakan freies Ermessen. Meskipun penggunaan freies Ermessen
dibenarkan, akan tetapi harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran
Basah pelaksanaan freies Ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan
batas-bawah. Batas-atas yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi.
Sedangkan batas-bawah ialah peraturan yang dibuat atau sikap-tindak
administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan
kewajiban asasi warga. Di samping itu,
pelaksanaan freies Ermessen juga harus memperhatikan asas-asas umum
pemerintahan yang baik. Berdasarkan keterangan singkat ini dapat dikatakan
bahwa fungsi normatif HAN adalah mengatur dan menentukan penyelenggaraan
pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum yang melatarbelakanginya,
yakni negara hukum Pancasila.
b.
Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara
Pemerintah
dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis seperti
peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana
telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya yang mengaut type
welfare state, pemberian kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan
konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk
menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana untuk kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan.
c.
Fungsi Jaminan Hukum Administrasi Negara
Menurut
Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak
administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan
perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri, dilakukan terhadap sikap
tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis. Dengan perkataan lain, melindungi administrasi negara dari
melakukan perbuatan yang salah menurut hokum. Di dalam negara hukum Pancasila,
perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah
terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara
pemerintah dan rakyat secara musayawarah serta peradilan merupakan sarana
terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat.
Berdasarkan
pemaparan fungsi-fungsi HAN ini, dapatlah disebutkan bahwa dengan menerapkan
fungsi-fungsi HAN ini akan tercipta pemerintahan yang bersih, sesuai dengan
prinsip-prinsip negara hukum. Pemerintah menjalankan aktifitas sesuai dengan
ketentuan yang berlaku atau berdasarkan asas legalitas, dan ketika menggunakan
freies Ermessen, pemerintah memperhatikan asas-asas umum yang berlaku sehingga
dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum. Ketika pemerintah
menciptakan dan menggunakan instrumen yuridis, maka dengan mengikuti ketentuan
formal dan material penggunaan instrumen tersebut tidak akan menyebabkan
kerugian terhadap masyarakat. Dengan demikian, jaminan perlindungan terhadap
warga negarapun akan terjamin dengan baik.
E.
Hubungan Hukum Administrasi Negara
Dengan Hukum Lainnya
a. Hubungan HAN denagn Hukum Tata Negara
Baron de Gerando adalah seorang ilmuan Prancis yang
pertama kali memperkenalkan ilmu Hukum Administrasi Negara sebagai ilmu hukum
yang tumbuh langsung berdasarkan keputusan-keputusan alat perlengkapan negara
berdasarkan praktik kenegaraan sehari-hari. Maksudnya, keputusan raja dalam
menyelesaikan sengketa antara pejabat dengan rakyat merupakan kaidah Hukum
Administrasi Negara.
Menurut de Grando,
objek Hukum Administrasi Negara adalah praturan-praturan yang mengatur hubungan
timbal balik antara pemerintah dengan rakyat.
Sebaliknya, Van
Vollenhoven, seorang sarjana Belanda mengupas Hukum Administrasi Negara
dalam kaitannya dengan Hukum Tata Negara.
Menurut Van
Vollenhoven, secara teorrtis, hukum tata negara adalah keseluruhan
peraturan hukum yang membentuk alat perlengkapan Negara dan menentukan
kewenangan alat-alat perlengkapan Negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi
Negara adalah keseluruhan ketentuan yang
mengikat alat-alat perlengkapan negara, baik tinggi maupun rendah ketika
alat-alat itu akan menggunakan kewenangan ketatanegaraan.
Dengan kata lain, Hukum Tata Negara mengatur negara dalam
keadaan diam (de staat in rust), sedangkan Hukum Administrasi Negara mengatur
Negara dalam keadaan bergerak (de staat in beweging). Hal ini berarti pula
bahwa Hukum Administrasi Negara tidak dapat dipisahkan secara tajam dengan
Hukum Tata Negara karena kedudukannya saling berkaitan satu sama lain.
b. Hubungam HAN dengan Hukum Perdata
Sebenarnya, HAN dengan hukum perdata masing-masing adalah
bidang hukum yang mandiri. Dalam kerangka ilmu, HAN terdapat dalam hukum
publik, sedangkan hukum perdata terletak pada bidang hukum privat, artinya yang
diatur oleh HAN adalah 2 subjek yang berbeda tingkatannya, yaitu antara
penguasa dan warga masyarakat. Sedangkan yang diatur oleh hukum perdata adalah
2 subjek yang terletak pada level yang sama, yaitu antara individu dengan
individu.
Menurut Scholten,
hukum perdata baerlaku sebagai hukum umum sepanjang hukum publik tidak
menentukan lain, artinya bila negara mengadakan jual beli atau sewa-menyewa,
maka berlakulah pasal-pasal di dalam KUH perdata yang mengatur hak dan
kewajiban pembeli dan penjual atau antara penyewa dan pemilik.
Namun untuk keperluan praktik peradilan di beberapa negara
dalam menghadapi persoalan-persoalan HAN yang belum lengkap sarana
peradilannya, maka badan-badan peradilan administrasi sering meminjam dan
mempergunakan pokok-pokok hukum perdata dalam menetapkan keputusannya.
c. Hubungan HAN dengan Hukum Pidana
Antara hukum pidana dan HAN sebenarnya dua-duanya terletak
dalam bidang hukum publik. Namun, dalam Hukum Administrasi Negara, maka hukum
pidana berfungsi sebagai “hulprecht”
(hukum pembantu) bagi HAN, artinya setiap ketentuan dalam HAN selalu disertai
sanksi pidana agar ketentuan HAN itu ditaati oleh masyarakat.
Sebaliknya, peraturan-peraturan hukum di dalam
perundang-undangan administrasi dapat dimasukkan dalam lingkungan hukum pidana,
misalnya UU Subversi. Setelah kita mengetahui bagaimana hubungan antara HAN
dengan hukum yang lain, dapat disimpulkan bahwa antara HAN dengan hukum yang
lain mempunyai beberapa perbedaan sebagai berikut:
a) HAN mengalami perkembangan yang
sangat pesat terlihat dari grafik kegiatan negara , bahwa porsi kegiatan bestuur adalah yang paling besar.
b) Ketentuan HAN tidak dapat
dikodifikasi karena perbuatannya tidak pada satu level dan memasuki berbagai
perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat saya ambil
dari pembahasan di atas yang mana ialah Hukum Administrasi Negara adalah
sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara administrasi negara dengan
warga masyarakat, di mana administrasi negara diberi wewenang untk melakukan
tindakan hukumnya, dan HAN juga merupakan suatu hukum yang positif di
masing-masing negara tertentu.
Yang dimana HAN juga memiliki dua
sember hukum yakni, sumber hukum tertulis ialah tiap peraturan
perundang-undangan dalam arti materil
yang berisi pengaturan tentang wewenang badan/pejabat TUN untuk melakukan tindakan
hukum TUN. Hal ini belum dikodifikasi, tapi tersebar dalam bentuk UU khusus
maupun perautan lain, sedangkan sumber hukum tidak tertulis ialah suasana
memberikan perlindungan bagi masyarakat terhadap tindakan administrasi negara
dalam rangka kebebasan bertindak. Hal ini juga berarti sebagai sarana
pengawasan dari segi hukum yang dilakukan oleh pengadilan terhadap tindakan
administrasi negara yang bebas.
Adapun hubungan HAN dengan ilmu
hukum lainnya yaitu, hubungan HAN dengan Hukum Tata Negara, hubungan HAN dengan
Hukum Perdata, dan hubungan HAN dengan Hukum Pidana. Karena letak HAN dapat
dikatakan sebagai “hukum antara”, yaitu terletak diantara hukum pidana dan
hukum privat. Hukum pidana berisi norma-norma yang begitu penting bagi
kehidupan masyarakat, sehingga penegakan norma-norma tersebut harus dilakukan
oleh penguasa. Hukum privat berisi norma-norma yang penegakkannya dapat
diserahkan kepada pihak partikelir. Di antara kedua hukum itu, terletak Hukum
Administrasi Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar