Selasa, 23 Januari 2018

PERJANJIAN KERJA

TUGAS MANDIRI
PERJANJIAN KERJA
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Semester VII
Mata kuliah: Hukum Dagang, Perburuhan dan Perpajakan




OLEH :
AGUS PRIYANTO
NIM. 2012150130



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAMULANG
2015











KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb
            Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri dengan tepat waktunya.Penulis dalam penyusunan tugas mandiri ini mengajukan judul, “PERJANJIAN KERJA”.
Tugas Mandiri Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Semester VII pada Mata Kuliah Hukum Dagang, Perburuhan dan Perpajakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang.
Penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam proses penulisan penyusunan tugas mandiri, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
Ø Amni Leonawarty, SH. MPd Selaku dosen mata kuliah Hukum Dagang Perburuhan dan Perpajakan
Ø Staf perpustakaan Universitas Pamulang, atas ketersediaan buku-buku  yang mendukung dalam penyusunan tugas mandiri ini
Ø Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil, sehingga selesainya penyusunan tugas mandiri ini.
Ø Semua teman-temanku jurusan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan kelas 07PPKPB di ruang WT.F.011 terima kasih atas kerjasamanya selama ini, kalian menjadi sahabat terbaikku.
Ø Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu semoga kesuksesan menyertai kita semua.
Penulis menyimpulkan masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penyusunan tugas mandiri ini. Oleh karena itu, penulis memohon kepada para pembaca untuk dapat memberikan tanggapan atau masukan yang sifatnya membangun perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap agar tugas mandiri ini berguna bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikumWr.Wb.


Pamulang, Oktober 2015
Penulis






DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang dan Masalah.............................................................. 1
B.       Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.       Tujuan................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A.      Pengertian Perjanjian Kerja................................................................ 3
B.       Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja................................................ 4
C.       Syarat Sahnya Perjanjian Kerja......................................................... 6
D.      Jangka Waktu Perjanjian Kerja.......................................................... 8

BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan......................................................................................... 13
B.       Saran.................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang memepunyai unsur pekerjaan, upah, dan pemerintah. Dengan demikian jelasnya bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja.
Substansi perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perjanjian perburuhan atau Kesepakatan Kerja Bersama/ Perjanjian Kerja Bersama yang ada, dengan demikian halnya dengan peratuturan perusahaan, substansi tidak boleh bertentangan dengan KKB/PKB. Atas dasar itulah, dalam pembahasan mengenai hubungan kerja ketiganya akan dibahas secara terpadu karena merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam hubungan industrial.
Perjanjian kerja juga tidak boleh menjajikan pekerjaan yang bertentangan dengan ketertipan umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pekerja haruslah pekerja yang legal yang tidak melanggar norma susila yang berlaku. Apabila pekerja atau buruh melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka selain perjanjian kerja tersebut batal, dan tidak menutup kemungkinan pekerja atau buruh bisa dituntut secara pidana.
B.     Rumusan Masalah
1.      Mengetahui pengertian perjanjian kerja
2.      Mengetahui unsur-unsur dalam perjanjian kerja
3.      Mengetahui syarat sahnya perjanjian kerja
4.      Mengetahui jangka waktu perjanjian 
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian perjanjian kerja
2.      Untuk mengetahui unsur-unsur dalam perjanjian kerja
3.      Untuk mengetahui syarat sahnya perjanjian kerja
4.      Untuk mengetahui jangka waktu perjanjian






BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN PERJANJIAN KERJA
Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms, yang artinya perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya dibawah perintah pihak yang lain, yaitu si majikan Untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah (pasal 1601 a KUHPerdata), dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, menyatakan: “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Ada pendapat para ahli tentang pengertian perjanjian kerja”, yaitu:
a.       Prof. Subekti, S.H. menyatakandalam bukunya aneka perjanjian, disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian ditandai dengan adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (Bahasa Belanda “dierstverhanding”) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak satu (majikan) berhak memberi perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain (buruh).
b.      A.Ridwanhalim, S.H. dalam bukunya sari hukum perburuhan aktual, menyatakan pengertian perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu dan karyawan, yang umumnya berkenaan dengan persyaratan yang secara timbal balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.
c.       Wiwohosoedjono, S.H. dalam bukunya hukum perjanjian kerja, menyatakan bahwa pengertian perjanjian kerja adalah hubungan antara seorang yang bertindak sebagai pekerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai majikan.
Sedangkan pengertian perjanjian kerja menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tetenaga kerjaan sifatnya lebih umum. Dikatakan lebih umum karena menujuk pada hubungan antara pekerja dan pengusaha memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Syarat kerja berkaitan dengan pengakuan terhadap serikat pekerja, sedangkan hak dan kewajiban para pihak salah salah satunya adalah upah.
Pengertian perjanjian kerja berdaarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ini tidak menyebutkan bentuk perjanjian kerja itu lisan atau tertulis, demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak sebagaimana sebelumnya diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan.

B.     UNSUR-UNSUR DALAM PERJANJIAN KERJA
Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja, yakni:

a.      Adanya Unsur Work atau Pekerjaan
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603 a yang berbunyi:
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikanya dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.
Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan ketrampilan/keahliannya, maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.
b.      Adanya Unsur Perintah
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Pekerja harus melayani majikan, maksudnya pekerja haruslah melaksanakan tugasnya yaitu bekerja dengan baik, Disinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya.
c.       Adanya Unsur Upah
Pekerja harus melakukan pekerjaan dibawah perintah orang lain yaitu majikan, maka majikan sebagai pihak pemberi kerja wajib pula memenuhi prestasinya, yaitu pembayaran upah, karena upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama orang bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.  

C.    SYARAT SAHNYA PERJANJIAN KERJA
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan juga pada Pasal 1 Angka 14 Jo Pasal 52 Ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, definisi perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dalam Pasal 52 ayat 1 menyebutkan bahwa: pertama perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a.    Kesepakatan kedua belah pihak;
b.   Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c.    Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d.   Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya, bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat, sekata-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, pihak pengusaha menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan.
Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus haruslah cakap membuat perjanjian (tidak terganggu kejiwaan/waras) ataupun cukup umur minimal 18 Tahun (Pasal 1 angka 26 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah Pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek dari perjanjian. Objek perjanjian haruslah yang halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban.
Ketiga syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperkerjakan halal disebut syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Kalau syarat perjanjian tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semua perjanjian tersebut dianggap tidak ada.

D.    JANGKA WAKTU PERJANJIAN KERJA.
Perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/ atau tertulis (Pasal 51 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian.
Dalam Pasal 54 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya membuat keterangan:
a.       Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha;
b.      Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
c.       Jabatan atau jenis pekerjaan;
d.      Tempat pekerjaan;
e.       Besarnya upah dan cara pembayarannya;
f.       Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g.      Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h.      Tempat dan tanggal perjanjian dibuat; dan
i.        Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Jangka waktu kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu bagi hubungan kerja yaang tidak dibatai jangka waktu berlakunya atau selesaiannya pekerjaan tertentu.
a.      Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis (Pasal 57 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak dinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.
Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja, kesungguhan dan keahlian seorang pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak. Ketentuan yang tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena perjanjian kerja berlansung relatif singkat. Dalam hal ini pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.
Dalam Pasal 59 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu (kontrak) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yakni :
1.      Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
2.      Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3.      Pekerjaan yang bersifat musiman; dan
4.      Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
b.      Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT)
Mengenai hal ini dapat disimpulkan dari pasal 1603 g ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi: jika waktu lamanya hubungan kerja tidak ditentukan baik dalam perjanjian atau peraturan majikan, maupun dalam peraturan perundang-undangan ataupun menurut kebiasaan, maka hubungan kerja itu dipandang diadakan untuk waktu tertentu.
PKWTT dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan dan tidak wajib mendapatkan pengesahan dari instansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan, maka klausul-klausul yang berlaku di antara mereka (antara pengusaha dengan pekerja) adalah klausul-klausul sebagaimana yang di atur dalam UU Ketenagakerjaan. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. Selama masa percobaan pengusaha wajib membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku.
Menurut Pasal 15 Kepmenakertrans 100/2004, PKWT dapat berubah menjadi PKWTT, apabila:
1.      PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
2.      Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam jenis pekerjaan yang dipersyaratkan, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;
3.      Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan jangka waktu perpanjangan, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan;
4.      Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut;
5.      Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (2), angka (3) dan angka (4), maka hak-hak pekerja dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan bagi PKWTT.
Dengan demikian yang dinamakan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu adalah perjanjian kerja dimana waktu berlakunya tidak ditentukan baik dalam perjanjian, undang-undang ataupun dalam kebiasaan.







BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
1.      Perjajnjian kerja adalah suatu perjanjian antara seorang buruh dengan majikan yang memberikan perintah untuk suatu waktu tertentu, dan memberikan upah yang mememuat syarat kerja, hak, dan kewajibannya.
2.   Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja
a.  Adanya Unsur Work atau Pekerjaan
b.  Adanya Unsur Perintah
c.  Adanya Unsur Upah
3.      Syarat Sahnya Perjanjian Kerja
a)      Kesepakatan kedua belah pihak;
b)      Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c)      Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d)     Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.      Jangka Waktu Perjanjian Kerja.
a.       Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
b.      Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT)

B.     SARAN
1.  Pembuatan perjanjian digunakan untuk kepentingan dua pihak yaitu pihak pekerja/buruh dengan pihak perusahaan/majikan akan tetapi dalam pembuatan perjanjian kerja harus memenuhi persyaratan sahnya perjanjian dalam KUHPerdata karena itu merupakan pokok utama dalam suatu perjanjian,
2.      Selain syarat sahnya suatu perjanjian kerja yang wajib dipenuhi unsur kerja juga harus dipenuhi supaya perjanjian kerja itu berjalan sesuai undang-undang yang mengatur.







DAFTAR PUSTAKA


F.X. Djumialdi, Perjanjian Kerja, Jakarta: Bumi Aksara, 1992

Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenegakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003











Tidak ada komentar:

Posting Komentar